FAKTAHUKUMNTT.Com, MALAKA – Penyidikan kasus dugaan pengeroyokan terhadap Korban Hermalinda H. Nahak yang terjadi pada hari Kamis 25/04/24 di Dusun Loomota Besi, Desa Umatoos, Kecamatan Malaka Barat mendapat tanggapan positif dari Advokat Melkianus Conterius Seran, S.H, M. H selaku Penasehat Hukum Tersangka RRB, Dkk.

Menurut MCS dalam pres release yang diterima FAKTAHUKUM.Com, Selasa (14/05/2024), bahwa Penyidik Polsek Malaka Barat profesional melakukan lidik dan sidik atas laporan kasus tersebut dan telah menerapkan hukum acara sesuai dengan perintah undang-undang oleh karena itu keliru jika pihak korban menyatakan Polsek Malaka Barat tebang pilih dan itu sangat disayangkan pernyataan demikian, tentu mereka hanya melihat pada sisi sisi luarnya sedangkan isinya mereka tidak melihat sehingga menyimpulkan kinerja penyidik tersebut secara parsial.

“Saya ingin menyatakan disini terutama kepada pihak korban bahwa perkara ini bukan tindak pidana ringan (tipiring) yang tidak bisa dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat sehingga pemeriksaan dalam waktu satu hari selesai atau rampung seperti yang dibayangkan pihak korban tapi ini perkara berat yang pemeriksaannya dilakukan dengan acara biasa sehingga butuh ketelitian, kecermatan yang sungguh dari penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut” Jelas Ketua DPC PERADI Atambua.

MCS sapaan karibnya mengatak ” Saya selaku Penasehat Hukum tentu juga tersangka sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan ini dan kita apresiasi dan kooperatif dan siap menghadapi proses hukum ini dengan baik dan ingin supaya ada kepastian mengenai status hukum dari klien saya tersebut melalui sidang pengadilan.

Untuk diketahui bahwa pembuktian merupakan hal yang sangat perinsipil dalam suatu perkara pidana dan di dalam perkara pidana menggunakan teori pembuktian “Negative Wettelijke Bewijstheorie artinya teori pembuktian secara negatif menurut Undang-Undang. Teori pembuktian ini didasarkan pada Postulat ” Actori incumbit onus probante, actore non probante reus absolvitur artinya pembuktian dibebankan kepada siapa yang menuntut, jika tidak dapat dibuktikan terdakwa harus dibebaskan.

Dalam kaitan dengan kasus tersebut tentu dalam rangka menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia atau hak-hak konstitusional seorang tersangka maka kita harus menjunjung tinggi Asas ” Presumtion of inocence (praduga tidak bersalah) artinya seseorang tidak boleh dianggap bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pasti.

Jadi bukan Presumtion of guilt artinya praduga bersalah dalam kontek kasus a quo tidak bisa diterapkan asas Presumtion of guilt kecuali dalam perkara pelanggaran lalulintas misalnya seorang pengendara sepeda motor kedapatan tidak mengunakan helem dan saat itu dinyatakan bersalah, tetapi dalam konteks proses kasus ini didasarkan pada asas Presumtion of inocence. Kami menghormati proses hukum ini.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.