FAKTAHUKUMNTT.Com – Dugaan Kasus persetubuhan anak di bawah umur yang menimpa seorang anak di Desa Forekmodok, Kecamatan Weliman Kabupaten Malaka, Provinsi NTT kini jadi perhatian publik nasional. Bahkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun diminta untuk ikut terlibat dan memberi perhatian terhadap dugaan kasus yang menghebohkan jagat maya ini.
Terkait dugaan kasus Kekerasan sek**al yang menimpa melati (bukan nama yang sebenarnya) membuat banyak pihak ikut andil dalam menyuarakan keadilan bagi korban agar pelaku tindak kriminal mendapatkan efek jera.
Marianus Rivando Tae, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Merdeka Malang juga ikut menanggapi persoalan tersebut yang dinilai merusak mental anak dan dapat membuat mimpi anak harus pupus dan sirna.
Rivando Kepada media ini melalui pesan WhatsAppnya, jumat (20/12/2024) meminta agar KPAI ikut terlibat dalam memberikan keadilan bagi korban. Bahwa peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diperlukan di dalam kasus ini.
“KPAI sangat diperlukan perannya sebagai lembaga yang kredibel dalam melakukan pemenuhan hak-hak anak, terkhususnya anak korban pelecehan seksual. Rehabilitasi mental dan pendampingan terhadap korban harus terus dilakukan dengan tidak mengabaikan langkah-langkah preventif untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi,” pungkas Bung Rivan.
Selain itu, Rivan mengatakan bahwa dirinya mendukung penuh Polres Malaka untuk segera menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru untuk tersangkakan ulang terduga pelaku yang berinisial AN.
Aktivis GMNI Malang itu ikut menjelaskan soal hasil putusan praperadilan yang dimenangkan oleh terduga pelaku.
Bawasanya putusan praperadilan tidak serta-merta dapat membebaskan dirinya dari perbuatan tercelanya yang sudah berdasarkan pada alat bukti yang cukup, dikarenakan Praperadilan hanya mengatur syarat formil yaitu keabsahan mengenai prosedur dalam melaksanakan Hukum Acara (penangkapan, penyidikan) berdasarkan KUHAP bukan dalam pokok perkara, apalagi menggugurkan suatu tindak pidana.”
“Hal ini pun tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (3). Di dalam Perma tersebut (ibid) Kepolisian juga dapat menetapkan pelaku kembali menjadi tersangka dengan menggunakan alat bukti baru,” terangnya.
Berdasarkan data yang diterima, pihak Kepolisian telah mengantongi setidaknya empat alat bukti sehingga meyakinkan mereka untuk melakukan tindakan yang perlu terhadap terduga pelaku.
Oleh sebab itu Rivan menegaskan bahwa, “Polres Malaka harus sigap dan serius dalam menangani kasus ini, mengingat kekerasan seksual terhadap anak merupakan extraordinary crime (kejahatan luar biasa) yang masuk dalam kategori tindak pidana khusus, yang diatur dalam UU. No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan juga diatur dalam UU. No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” tambah Ketua Dewan Penasehat UKMK St. Aquinas Unmer tersebut.
“Anak merupakan aset bangsa di masa depan yang harus dilindungi. Kekerasan dapat merusak anak baik dari segi fisik, mental, maupun sosial“ imbuh Bung Rivan.
Ia juga menambahkan, bahwa Polres Malaka dapat melakukan pemeriksaan ulang pelaku dengan cara menerbitkan SPRINDIK (Surat Perintah Penyidikan) demi menjaga marwah lembaga Kepolisian di mata masyarakat yang akhir-akhir ini kurang mendapatkan kepercayaan.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.