Oleh : Robi Koen
Gaya kepemimpinan egaliter adalah gaya kepemimpinan yang mampu mendudukkan dirinya sebagai kawula, bukan sebagai elit. Egaliter meletakkan makna bahwa seorang pemimpin itu mampu memposisikan dirinya sebagai bagian dari rakyat kebanyakan.
Pemimpin egaliter adalah pemimpin yang sangat rendah hati, serta tidak pernah menempatkan dirinya sebagai petinggi atau golongan elit yang tidak dapat terjangkau oleh bawahannya.
Ciri ini sangat berbeda jika kita membandingkannya dengan beberapa gaya kepemimpinan yang sudah terkenal seperti otoriter, sebab dalam gaya otoriter pemimpin memiliki peran tunggal dalam mencapai sebuah tujuan, termasuk dalam proses untuk membuat strategi.
Simon Nahak dan Felix Bere Nahak, SN-FBN, kedua figur ini terlahir dari rahim petani tulen, mereka berdua berjuang dengan cara mereka masing-masing untuk menggapai kesuksesannya hari ini.
Oleh karena, proses hidup yang sulit kemudian menempatkan mereka menjadi sosok pemimpin yang melihat orang lain sebagai pribadi yang memiliki harkat dan derajat yang sama.
Simon dan Felix menyadari betul bahwa kesuksesan yang dicapai hari ini karena ada orang-orang lain yang dengan caranya masing-masing turut berkontribusi. Jejak dan langkah mereka merepresentasikan kehadiran berbagai macam pribadi dari berbagai latar belakang kalangan sosial.
Kondisi ini terbalik 180 derajat dengan karakter pemimpin yang cenderung menjadikan dirinya sebagai sentral dan pusat perhatian. Pemimpin seperti ini lebih mencintai dirinya sendiri, dirinya akan hadir sebagai tokoh tunggal. Kehadiran orang lain hanya diharapkan untuk semakin memperkokoh eksistensi dirinya.
Egaliter mungkin istilah yang agak asing, mari kita sederhanakan. Pemimpin Egaliter adalah pemimpin yang memilih untuk “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan orang lain. Karakter ini sangat cocok dan tergambar jelas dalam diri Dr. Simon Nahak, SH.,MH., dan Felix Bere Nahak, S.Pt.
Selain itu, Simon Nahak dan Felix Bere Nahak yang juga disebut ‘Duo Nahak’ ini ingin menghadirkan proses berdemokrasi yang sejuk, riang dan gembira. Komunikasi dengan lawan politik juga dibangun dengan baik dan harmonis. Keduanya berharap agar proses Pilkada Malaka tahun 2024 ini dapat dilihat sebagai momentum pembenahan menuju Malaka yang lebih maju dan berbudaya dengan tidak menimbulkan konflik-konflik horizontal yang dapat timbul akibat panasnya tensi politik.
Penulis mengakhiri catatan kecil ini dengan sedikit himbauan serta pesan moral bahwa pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang meletakkan pijakannya pada aspek solidaritas, fraternitas dan edukatif. Konsep dan gagasan pembangunan ini harus dibingkai dalam keberpihakan terhadap yang terpinggirkan dan yang tercecer.
So, tidak ada pilihan yang lebih baik, hanya ada pilihan SN-FBN sebagai cerminan pemimpin egaliter untuk membuat Malaka semakin maju dan berkembang.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.