Gimenez menegaskan bahwa masyarakat kelas adalah sumber pokok penindasan terhadap perempuan, karena itu tak boleh direduksi dengan pemikiran-pemikiran yang liberal. Pemikiran yang mengabdi pada kepentingan kelas. Sedangkan, Anima berpendapat bahwa apa yang dialami perempuan hari ini tak jauh berbeda dari apa yang digambarkan dalam cerpen gadis pantai. Perempuan kaki gunung pun mengalaminya, bahkan dengan kuantitas dan kualitas yang berbeda.
Feodalisme dengan ciri kepemilikan atas tanah, kekuasaan dan perempuan, membentuk kekuatan yang terpusat pada segelintir orang. Perempuan jadi objek kesenangan, mereka memiliki istri lebih dari satu. Perempuan diposisikan sebagai pelayan dikasur, perempuan sebagai sumber kenikmatan.
Tubuh perempuan sebagai alat reproduksi yakni perempuan yang tak mengandung sering mengalami pengucilan, kemudian dijadikan alasan pembenar untuk mencari pasangan lain. Tubuh perempuan dijadikan sebagai alat nafsu atau objek seksual, fisik atau bentuk tertentu dari perempuan dijadikan daya pikat. Selain itu, perempuan juga dijadikan sebagai alat tukar dalam kebudayaan mahar perkawinan, adanya perkawinan usia dini, pemaksaan perkawinan akibat jeratan hutang atau kalah perang.
Perempuan sering mengalami beban kerja ganda yakni perempuan yang bekerja diluar rumah tangga tidak berkurang beban pekerjaan rumah tangga. Perempuan semakin tertekan bila ditambah lagi dengan keinginan atau pemaksaan seksual. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Benar-benar miris.
Akhir-akhir ini terdapat kenyataan yang baru, massif terjadi yakni, perempuan terjebak dalam hutang kredit mingguan. Mayoritas dari mereka adalah ibu rumah tangga, yang kadangkala saling sindir akibat terkendala membayar angsuran. Mereka sering pula jadi korban tipu muslihat politisi. Politisi tanpa orientasi perjuangan pembebasan perempuan, hanya memandang perempuan sebagai objek eksploitasi. Bagi mereka perempuan adalah makhluk yang layak untuk dinomorduakan.
Sementara itu, mereka yang bekerja bersinggungan dengan modal pun tak luput dari eksploitasi. Mereka menanggung beban kerja yakni harus bekerja lebih dari delapan jam setiap hari, korban dari penerapan sistem shift, tidak ada cuti haid dan lain sebagainya. Beban kerja yang demikian dibarengi dengan upah yang rendah atau murah. Padahal tenaga mereka memberi sumbangsih nilai lebih atau keuntungan bagi pemilik modal.
Mereka yang bekerja di toko dan pabrik mengalami masa-masa awal perkembangan kapitalisme. Mereka yang dulunya bekerja dalam urusan rumah tangga, ataupun melayani kaum feodal, kini terjun masuk melayani modal. Mereka keluar dari penindasan yang satu, kemudian masuk ke yang lainnya. Mereka dirantai. Kemanusiaan perempuan lenyap dalam masyarakat kelas.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.