Sebagai contoh, adanya upaya hilirisasi budidaya rumput laut untuk menghasilkan produk-produk turunannya di sektor industri dan UMKM serta upaya-upaya para pelaku budidaya menggunakan peralatan produksi ramah lingkungan serta bebas sampah plastik.

Yang terakhir, yaitu mega disrupsi Revolusi 4.0 yaitu munculnya pekerjaan baru, dan hilangnya sejumlah pekerjaan serta pentingnya kompetensi baru yang mengedepankan future skill (keahlian masa depan) yang didapat melalui reskilling, upskilling, dan new skilling.

Pada sektor ini telah menghadirkan model ekonomi baru yaitu Sharing Economy yang memiliki ciri menciptakan nilai tambah (Value creation/creative snd digit Economy), dapat diakses online, berbasis komunitas, bisa dikonsumsi dan dimanfaatkan bersama. Model ekonomi ini mengurangi kebutuhan kepemilikan bagi para pelaku dan meningkatkan konsumsi kolaboratif.Sebagai contoh, memanfaatkan kecanggihan internet dan platform digital untuk membangun ekosistem ekonomi digital sebagai ruang pemasaran dan transaksi serta mendorong tumbuhnya ekosistem ekonomi kreatif (orange/Gig Economy) berbasis industri Kreatif yang bisa di pelopori oleh Milenial dan Gen Z gereja dengan membangkitkan semangat enterprenurship Pendeta dan Jemaat.

Dampak dan peluang dari mega disrupsi yang saya sampaikan ini tentunya dapat menjadi perhatian dan insight bagi Majelis Sinode Gmit terpilih kedepan untuk bertransformasi dalam merancang berbagai program dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan berbasis potensi untuk pemulihan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, serta bagaimana Gmit sebagai salah satu pemangku kepentingan terbesar di Nusa Tenggara Timur, juga bisa mengambil peran sebagai agregator untuk mempelopori kolaborasi dan membangun sinergitas bersama pemangku kepentingan lainnya yaitu pemerintah, swasta, media, komunitas, akademisi dan lembaga keuangan/perbankan dalam membangun model ekosistem ekonomi berbasis gerejawi di Nusa Tenggara Timur pungkas Ivan yang juga sebagai salah satu Calon Anggota DPD RI ini.

Pada kesempatan yang berbeda, awak media juga menghubungi Ketua Majelis Klasis Sulamu yaitu Pdt Yunus Kay Tulang M.Th.

Pdt Yunus Kay Tulang menyampaikan bahwa Satu hal menarik dan menjadi isu yang paling utama hari ini baik itu secara global, Nasional maupun Lokal adalah Isu dan Masalah Sosial Ekonomi yang dihadapi ditengah perubahan dan gejolak keamanan dunia hari ini.

Sebagaimana latar belakang kitab Mikha yang menjadi tema persidangan dan periodisasi kali ini, mendorong keselarasan hidup antara ritual dan kepedulian sosial,seperti yang telah disampaikan dalam suara Gembala Ketua MS GMIT 2020-2023 saat acara pembukaan.

Pendeta DR Merry kollimon, hendak mengingatkan GMIT bahwa cinta kasih kepada Tuhan pertama-tama adalah beribadah kepada-Nya tetapi serempak dengan itu kita harus menjadi gereja yang melakukan keadilan, baik keadilan sosial, ekonomi, dan ekologis.

Dalam konteks Nas Mikha diatas maka, saya coba menyambungkan Isu dan permasalahan Sosial Ekonomi yang di alami dunia dan segenap bangsa termasuk GMIT hari ini bahwa, GMIT sudah harus mampu membaca Jaman dan berinisiatif untuk membangun keselarasan hidup dan berkeadilan dalam ekonomi secara berJemaat dalam lingkuonya masing-masing.

Menurut saya, model pengembangan ekonomi berkeadilan bagi GMIT sejalan dengan dampak dan Kondisi yang terjadi hari ini yg di akibatkan oleh berbagai disrupsi dan gangguan keamanan akibat perang di Eropa dan Timur Tengah yang terjadi hari ini.

Perubahan dan disrupsi ini juga memberikan dampak sosial ekonomi yang sedang terjadi di dunia dan di GMIT. Di Klasis Sulamu kami pun sedang bergumul dan berusaha membangun keselarasan dan kolaborasi antar gereja dan jemaat bersama Mitra Pemerintah, perbankan/ koperasi dan NGO yang memiliki visi yang sama di bidang pemberdayaan dan pemulihan Ekonomi hari ini.

Lalu bagaimana kami mengimplementasikannya sehingga menjadi lebih konkrit untuk menjawab Kebutuhan dan keadilan bagi lembaga gereja dan dan jemaat.

Menurut saya, GMIT bisa memulainya dengan membangun dan menyepakati pemahaman bersama tentang “diakonia” bukan saja sebagai cara berbagi kasih atau sekedar memberi bantuan, tapi perlu diubah mindset bersama (transformasi) bahwa Diakonia adalah tanda kehadiran Gereja di tengah Jemaat, pemerintah dan Masyarakat. “Karena Jika gereja adalah simbol keselamatan dan keadilan, maka diakonia harus menjadi perwujudan simbol itu secara tepat dan konkrit”, ujar Pdt Yunus Kay Tulang menutup pembicaraan bersama awak media.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.