PLN harus bertanggungjawab

Listrik di seluruh tanah air dikelola oleh PT. PLN, badan usaha milik negara berbentuk Persero. Hakikatnya adalah sebagai fasilitas yang diadakan negara dalam kerangka menjalankan tugas mendukung kehidupan rakyat agar dengan fasilitas ini rakyat memperoleh kemudahan untuk bekerja mewujudkan kesejahteraannya sendiri. Untuk itu rakyat mengajukan permohonan penyambungan jaringan listrik atas dasar suatu “perjanjian jual beli” yang tertuang dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJLTL).

Atas dasar perjanjian itu lahirlah hak dan kewajiban. Hak mengandung suatu ‘tuntutan-keras’ yang harus dipenuhi dan dihormati. Demikian juga kewajiban. Keduanya bersifat ‘legal’ sesuai aturan hukum negara dan terkait erat dengan ‘keadilan’.

Rakyat berhak mendapatkan aliran listrik dan berkewajiban membayar tarif listrik secara tepat waktu. PLN atas nama negara berhak atas bayaran aliran listrik sesuai tarif dan berkewajiban mengalirkan arus listrik, juga peralatan-peralatan yang terkait dengan aliran listrik. Lahirlah ‘keseimbangan’ antara hak dan kewajiban. Kelalaian dan/atau kesengajaan terkait pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak menyebabkan ‘ketidakadilan’ yang dapat saja berujung di Kantor Pengadilan agar keadilan ditegakkan.

Anehnya ialah masyarakat sebagai konsumen dengan mudah secara sepihak dijatuhi sanksi bila mereka terlambat menunaikan kewajibannya membayar tarif listrik dengan memutus aliran listrik, sementara sanksi yang sama tidak dikenakan kepada manajemen PLN Kabupaten Malaka yang lalai dan/atau acuh tak acuh merealisasikan pelayanannya kepada masyarakat.

Seharusnya demi tegaknya ‘keadilan’, PT.PLN (Persero) harus dikenai juga sanksi hukum, lebih-lebih karena pemadaman listrik secara sepihak, yang dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada masyarakat, telah menimbulkan kerugian luar biasa di pihak masyarakat konsumen. Kerugian ini bisa bersifat material maupun non-material. Kerugian material itu berupa rusaknya alat-alat elektronik yang mahal harganya. Atau usahawan-usahawati kelas ‘home industry’ yang bergantung pada listrik dapat saja mengalami ‘wanprestasi’ karena tidak dapat memenuhi pesanan pelanggannya. Seorang teman saya kecewa berat hingga naik pitam dan maki-maki PLN (non-material yang bersifat psikologis) karena pekerjaannya memenuhi pesanan seorang pelanggannya harus dimulai dari awal lagi selama beberapa kali karena listrik mati-hidup secara tak terduga tiap-tiap hari.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.