Bila pengelolaan negara didasarkan pada paradigma kuat-lemah, maka rakyat akan selalu menjadi “korban” main-kuasanya negara, dan negara mulai jatuh ke dalam praktik “otoritarianistik” di mana negara memiliki “kuasa penuh” atas nasib rakyat.

Ketiga, kesan spontan ketiga yang timbul dalam hati saya berupa pertanyaan berikut: “Siapa orang-orang yang ada di balik meja dan ruang-ruang mesin PLN Malaka ini dan dari mana mereka berasal? Pertanyaan ini menggoda saya untuk melacak asal-usul orang-orang PLN ini. Hal ini penting terkait “mentalitas” di balik kinerja orang-orang PLN ini. Padamnya listrik di Malaka secara sepihak dan dalam waktu yang lama dengan menimbulkan kerugian besar di pihak rakyat konsumen listrik PLN mengesankan sikap kurang peduli yang luar biasa.

Bahwa ada kerusakan peralatan PLN tertentu, bisa dimengerti, tetapi apalah artinya kerusakan ini lama sekali diperbaiki. Tampaknya ada kesengajaan untuk terus membiarkan kerusakan itu terjadi sehingga mereka punya alasan untuk menjawab pertanyaan masyarakat. Sebagai professional di bidang kelistrikan, mereka tentu tahu dengan jelas apa kerugian yang diderita konsumen bila listrik terus-menerus padam, dan mereka suam-suam kuku saja terhadap penderitaan rakyat. Apakah ini tanda-tanda NOTAR LALEK (red, kurang berbudaya atau adat)?

Demikian saja sekelumit catatan saya untuk Manajemen PLN Sub Ranting Betun untuk direnungkan dan disikapi. Mohon maaf, bila kesan spontan saya menusuk hati dan membuat tidak nyaman.

* Pemerhati masalah sosial Malaka, tinggal di Jakarta

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.