Dalam konteks ini, wajar dan sepantasnya PLN Betun harus dimintai tanggung jawabnya secara hukum, karena telah lalai melaksanakan kewajibannya terhadap masyarakat konsumen pengguna listrik, yang dari pihaknya telah melakukan kewajibannya membayar listrik. Masyarakat berhak mendapatkan apa yang selayaknya didapat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, terutama konsumen pengguna listrik yang mata pencahariannya sangat bergantung pada ada-tidaknya listrik. Tanggung jawab itu harus ditunjukkan demi tegaknya keadilan. Pertanggungjawaban itu tidak hanya berupa permintaan maaf, tetapi juga berupa keberanian mengundurkan diri dari tugas dan jabatannya.

Sekilas kesan spontan

Mengikuti diskusi grup-grup WA dari putra/i Malaka dan tayangan-tayangan di FB perihal “padamnya listrik PLN Malaka”, ada beberapa poin kesan spontan timbul dalam benak saya. Maafkan saya, mungkin kesan spontan ini ‘kebangatan menusuk kalbu’.

Pertama, Manajemen PLN “tidak ta(h)u diri”. Keseringan padamnya listrik PLN menggoda saya untuk berkata “Manajemen PLN Malaka tidak ta(h)u diri”. Mereka, terutama pimpinannya, tidak menyadari bahwa mereka memimpin sebuah Badan Usaha Milik NEGARA yang didirikan untuk (a) mendistribusikan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan (b) memberikan pelayanan kepada pelanggan, yaitu rakyat Indonesia, di manapun mereka berada dan beraktivitas. Dan untuk tugas mulia itu, mereka digaji dengan uang yang diambil dari pajak rakyat. Mereka, terutama pimpinannya, juga tidak menyadari hubungan eksistensial antara negara dan rakyat, yaitu bahwa : (a) tanpa rakyat tidak ada negara, (b) rakyat adalah tulang punggung eksistensi negara, dan (c) profil rakyat mencerminkan profil negara. Bagi mereka, memiliki keterampilan professional di bidang teknik pelistrikan sudahlah cukup untuk bekerja di PT. PLN. Semangat kebangsaan dan kerakyatan yang mengawali lahirnya republik besar ini jauh dari pertimbangan mereka. Sayang seribu sayang. Inilah penindas-penindas rakyat di level daerah yang sudah sepantasnya tidak dipekerjakan dan sebaiknya dinonaktifkan demi terwujudnya BONUM COMMUNE, kebaikan umum rakyat Malaka yang selalu didengungkan sebagai “suprema lex”, hukum yang tertinggi. Mereka menggerogoti negara dari dalam tubuh negara.

Kedua, Kesan kedua saya yang spontan timbul ialah bahwa “manajemen PT PLN” bersikap acuh tak acuh, cuek dengan segala bentuk kerugian yang diderita rakyat Malaka karena pemadaman listrik secara sepihak tanpa pemberitahuan. Masyarakat menyadari sungguh bahwa pemadaman listrik merupakan kejadian yang wajar terjadi karena adanya kerusakan-kerusakan bagian-bagian tertentu dari peralatan yang ada, misalya kerusakan mesin atau jaringan listrik. Menjadi “tidak wajar” dan terkesan “disengaja” bila pemadaman ini terjadi hampir setiap hari dan dalam waktu yang cukup lama. Menurut catatan banyak pihak, padamnya listrik di Malaka sudah terjadi selama tiga bulan.

Terbersit di sini fenomena “main kuasa”, mentang-mentang PT. PLN merupakan insitusi yang tidak punya hubungan struktural dengan pemerintah daerah, dan dengan demikian tidak bisa diapa-apakan oleh pemerintah daerah, termasuk dipecat secara tidak hormat oleh (misalnya) Bupati Kepala Daerah Malaka. Tampak pula di sini, betapa kuatnya kuasa negara atas rakyat yang adalah pemegang kedaulatan negara.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.